Bupati Mahakam Ulu, Bonifasius Belawan Geh dan Wakil Bupati Mahakam Ulu, Juan Jenau menyerahkan BLT di Kampung Long Bagun |
Beritamahulu.com,
Ujoh Bilang – Beredar foto-foto yang menampilkan kegiatan
sosial dari Pemda Mahulu yakni pembagian Bantuan Langsung Tunai (BLT) di media
sosial yang di unggah oleh halaman facebook Mahulu Maju akhir-akhir ini, dan
didalam foto tersebut terdapat sejumlah pejabat Pemerintah Daerah Mahulu yang
terlihat hadir menyaksikan pembagian BLT ini.
Didalam foto yang diunggah akun facebook Mahulu Maju,
kemarin (01/06/2020) menampilkan foto Bupati Mahulu, Bonifasisus Belawan Geh
dan didampingi Wakil Bupati, Juan Jenau tampak menyerahkan BLT kepada 345 KK di
Kecamatan Long Bagun. Tapi ironisnya foto tersebut justru “dipeleseti” dengan
menyertakan nama bakal calon Bupati Mahulu yakni Bonifasius Belawah Geh dan
bakal calonnya, Yohanes Avun.
Bupati Mahulu, Bonifasius Belawan Geh dan Wakil Bupati, Juan Jenau Menyerahkan BLT kepada masyarakat |
Saat dikonfirmasi terkait beredarnya foto tersebut,
Wakil Bupati Mahakam Ulu sekaligus Ketua DPC Partai PDI Perjuangan Mahakam Ulu,
Juan Jenau mengatakan bahwa dirinya sempat kaget melihat foto-foto yang
beredar. Dirinya mengaku tidak mempersoalkan terkait gambar-gambar tersebut.
“Oh ya, saya juga sudah lihat dibagikan di medsos
sempat kaget saja sih, Wakil Bupatinya Mahulu masih hidup dan aktif dalam
mendukung kegiatan pemerintah tapi di dalam foto tersebut sudah digeser diganti
dengan nama Pak Avun padahal belum juga Pilkada dimulai,” katanya kepada media
ini seraya tersenyum, Senin (01/06/2020).
“Ya, saya santai saja, saya inikan satu partai dengan
Bapak Presiden Jokowi jadi saya juga harus kawal yang begini agar tidak
dipolitisir oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab saja,” lanjut Juan.
Saya sih yakin, tambah Juan, Pak Boni dan Pak Avun
adalah orang-orang baik mungkin saja tim-timnya yang terlalu bersemangat
mengekspos foto-foto tersebut tanpa melihat dampaknya.
Perbatasan Malinau-Mahulu |
“Acara atau agenda resmi Pemerintah jangan dipolitisir
lah, lain halnya acara piknik yang bukan resmi silahkan saja,” tandas Juan.
Selain itu, Bakal Calon Wakil Bupati, Yohanes Avun
membantah bahwa yang membagikan foto-foto tersebut bukan tim dari pihaknya.
“Nah, Akun Mahulu Maju itu tidak jelas, dari mana itu,
tim Pak Boni saja tidak tahu siapa orangnya (dibalik akun Mahulu Maju. Red).
Sudah pernah kami minta Bawaslu usut, Bawaslupun tidak tahu,” ujar Mantan Sekda
Mahulu ini, Selasa (02/06/2020).
Saat ditanya tentang kepemilikan akun tersebut dan pelanggaran
UU Pemda, Avun membantah dan mengatakan bahwa hal tersebut kemungkinan
dilakukan oleh simpatisan tim Boni-Avun. “Bukan, kami tidak tahu, mungkin saja
simpatisan yang peduli saja itu,” tambahnya.
“Ya termasuk pelanggaran, tapi yang penting bukan dari
tim kami,” tutup Avun.
Mantan Politisi Partai Hanura Mahakam Ulu, Leonardus
Hipo Liah menyampaikan bahwa beredarnya foto-foto penyerahan Bansos maupun BLT
oleh Pemerintah Daerah diduga kuat untuk menaikkan rating salah satu bakal
calon.
“Saya kira ini merupakan strategi untuk menaikkan
rating Pak Boni dan Pak Avun tapi ini suatu pelanggaran, politisasi Bansos
ditengah Pandemi Covid-19 inikan merupakan hal yang sangat dilarang keras dan
juga melanggar undang-undang,” ujar Hipo.
Dikutip dari Media
Tempo, Anggota Badan Pengawas Pemilu
(Bawaslu), Fritz Edward Siregar, mengatakan politisasi bantuan sosial
atau bansos untuk
masyarakat terdampak Covid-19 oleh sejumlah kepala daerah dapat dianggap melanggar
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Pasal yang bisa dikenakan
yakni Pasal 76 ayat (1) huruf a UU tersebut. "Ini sebuah pasal yang dapat
dikonstruksi untuk calon kepala daerah yang melakukan politisasi bansos,"
kata Fritz dalam diskusi virtual, Kamis, 7 Mei 2020.
Pasal 76 ayat (1) huruf a
berbunyi, kepala daerah dan wakil kepala daerah dilarang membuat keputusan yang
secara khusus memberikan keuntungan pribadi, keluarga, kroni, golongan
tertentu, atau kelompok politiknya yang bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Fritz melanjutkan, kepala
daerah dan atau wakilnya dapat diberhentikan apabila melanggar ketentuan
tersebut. Hal ini tertuang dalam Pasal 78 ayat (2) huruf e UU Pemerintahan
Daerah.
Sejumlah kepala daerah
memang disorot lantaran dinilai melakukan politisasi bantuan sosial untuk
masyarakat. Bupati Klaten Sri Mulyani, misalnya, dikritik karena melabel hand
sanitizer bantuan Kementerian Sosial dengan stiker bergambar dirinya.
Tindakan politisasi bansos
oleh sejumlah kepala daerah ini pun dikaitkan dengan kontestasi Pilkada 2020.
Namun menurut Fritz, Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada tak bisa
serta merta menjerat politisasi bansos oleh para kepala daerah yang juga calon
inkumben itu.
"Harus melihat apakah
ini melanggar UU pemilihan atau UU yang lain. Kalau sepakat melanggar UU
pemilihan, pasal mana yang akan dikenakan," ujar dia.
Jika menggunakan UU
Pilkada, kata Fritz, pasal-pasal yang bisa dirujuk ialah Pasal 71 ayat (3),
Pasal 73 ayat (1), dan Pasal 188. Pasal 71 ayat (3) menyatakan bahwa pejabat
negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/Polri, dan
kepala desa atau sebutan lain/lurah dilarang membuat keputusan dan/atau
tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
Pasal 73 ayat (1) berbunyi
calon dan/atau tim kampanye dilarang
menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilihan dan/atau pemilih. Adapun sanksi terhadap pelanggaran-pelanggaran itu diatur dalam Pasal 188.
menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilihan dan/atau pemilih. Adapun sanksi terhadap pelanggaran-pelanggaran itu diatur dalam Pasal 188.
Fritz mengatakan Bawaslu telah membuat surat edaran untuk jajaran provinsi
dan kabupaten atau kota. Isinya, Bawaslu daerah diminta melakukan pencegahan
politisasi bansos serta mengoptimalkan pengawasan terhadap pejabat yang
menguntungkan salah satu paslon dan merugikan paslon lain. (MM/BM).