Para imam Diosesan KASRI berfoto bersama Mgr. Yustinus Harjosusanto MSF di Paroki Long Pahangai. |
Beritamahulu.com, Long Pahangai - Para imam Diosesan KASRI dari
paroki-paroki berkumpul di Paroki St. Yosep Long Pahangai, menyepi untuk
mengalami rahmat Allah lewat retret yang dilangsungkan pada tanggal 27
September - 01 Oktober 2019. Yang hadir dalam retret tahunan unio KASRI ini ada
28 imam. Pembimbing retretnya Mgr. Yustinus Harjosusanto, MSF Uskup Keuskupan
Agung Samarinda. Tahun 2019 ini adalah tahun ketiga Bapa Uskup mendampingi
imam-imam Diosesan dalam mengolah diri sebagai gembala umat. Bagi para imam Diosesan
ini adalah kesempatan yang berharga berada bersama gembala utama mereka.
Tema retret tahun 2019 “Gembala yang
Baik: Gembala yang Berkasih Sayang”. Tema tahun ini merupakan kelanjutan dari tema
tahun lalu yakni “Gembala Berbau Domba”. Dari tema tahun ini Bapa Uskup mengharapkan
para imam dalam pelayanan kepada umat (domba-domba) hendaknya penuh kasih sayang. Namun sebelum melangsungkan
permenungan-permenungan Bapak Uksup mengingatkan bahwa dalam retret yang akan dilewati
tidak hanya sekedar merenungkan bahan-bahan yang diberikan lewat panduan
pertanyaan-pertanyaan tetapi juga berdoa. Menurut Beliau Tuhan akan bekerja
dalam diri siapa saja yang merenungi-Nya ketika dia membuka diri kepada Tuhan
lewat doa. Beliau sempat berkomentar demikian “Orang beriman ketika sedang
berhadapan dengan masalah kerap hanya memutar otak untuk mencari solusi,
mengapa tidak berdoa?”
Berkasih sayang merupakan ciri khas dari
manusia, dalam kata lainnya berafeksi. Maka Bapak Uskup dalam waktu yang penuh
rahmat ini membantu para imamnya untuk mengenali sejarah perkembangan afeksi
masing-masing. Para imam diajak mengenali afeksi-afeksi yang sehat dan juga
afeksi-afeksi yang tidak sehat. Afeksi itu bertumbuh dan berkembang dari
situasi dan lingkungan tertentu seperti keluarga, masyarakat, lingkungan
pendidikan, pergaulan dll. Perkembagan afeksi tersebut dibantu oleh akal budi
dan kehendak.
Pertama,
afeksi yang sehat artinya afeksi yang ada dalam diri para imam yang diberikan
kepada rekan imam, umat dan juga siapa saja. Afeksi itu menuntun mereka hidup
terarah keluar, mengurbankan diri untuk kepentingan orang lain. Lebih dari itu,
bahwa afeksi yang diberikan itu sungguh tulus tidak mengharapkan sesuatu.
Sebagai gembala yang baik afeksi yang diberikan kepada orang lain harus sampai
pada fase rohani. Artinya afeksi yang diberikan itu berasal dari penghayatan
iman akan Tuhan Berkasih Sayang itu sendiri. Dan hal itu terjadi secara
konstan, tidak berhenti, tidak pernah habis. Karena didalam dirinya sendiri
sudah berkecukupan, muncul secara spontan, tidak dibuat-buat, jujur dan apa
adanya.
Kedua,
afeksi
yang tidak sehat artinya afeksi yang hanya terjebak pada kepentingan diri
sendiri. Afeksi semacam ini kerap menghalangi untuk memberi dan bahkan muncul
sikap tidak peduli pada lingkungan sekitar, khususnya berkaitan dengan kebutuhan
dan kepentingan umat. Afeksi ini bisa mendistorsi tata nilai dan moralitas yang
seharusnya dihindari oleh seorang pemimpin umat.
Dalam setiap sesi Bapak Uskup mengajak
para imam untuk merefleksikan secara pribadi dan kemudian masuk dalam kelompok
kecil dan berbagi hasil refleksi kepada yang lain. Bapa Uskup berpendapat bahwa
berbagi refleksi merupakan salah satu kontribusi bagi yang lain. Harapannya
semuanya bisa saling diperkaya dan mungkin juga diteguhkan atau dikuatkan. Maka
dalam konfrensi umum Bapak Uskup juga memberikan kesempatan kepada para imam
untuk bersharing.
Pada intinya dari retret ini Bapak Uskup
mengharapkan para imam menjadi imam yang baik, yang berkasih sayang. Sebab Allah
itu juga penuh kasih sayang kepada manusia. Kasih sayang Allah yang tertinggi
ialah menyerahkan Yesus Putra Tunggal-Nya demi keselamatan manusia. Yesus dalam
karya-Nya di dunia juga menunjukkan kasih sayang yang sangat manusiawi namun sekaligus
rohani. Maka Bapa Uskup berkata, “Kita hendaknya berada bersama dengan Yesus:
mengikuti, memperhatikan, mendengar dan berjalan bersama Yesus kemana saja
seperti para rasul; berpandangan seperti
Dia dalam memandang dunia dan manusia bahkan memiliki visi keselamatan bagi
Gereja dan dunia; bertindak seperti Dia mengurbankan diri demi orang lain.
Inilah yang diharapkan keluar dari afeksi yang sehat sebagai gembala umat.”
Penulis : Fabianus Lana
Editor : Sirilus Hendri Santoso